Sejarah dan Filosofi Tumpeng Putih

 Sejarah dan Filosofi Tumpeng Putih

Di Indonesia, siapa yang tidak kenal tumpeng? Tumpeng senantiasa identik bersama bermacam perayaan, seperti perayaan Hari Kemerdekaan RI yang kerap mengadakan lomba tumpeng, perayaan ulang tahun, perayaan kesuksesan sebuah film atau acara, perayaan upacara adat, dan tetap banyak lagi. Bahkan, saking populernya makanan ini, kini banyak nasi tumpeng Jakarta yang dijual dalam versi ‘kekinian’, tumpeng mini misalnya. Mengapa tumpeng bisa sedemikian populernya terlebih di Pulau Jawa?

Nasi tumpeng rupanya bukan hanya sebatas makanan bersama tmapilan menarik dan rasa yang lezat. Lebih berasal dari itu, nasi tumpeng miliki arti filosofis yang begitu dalam berasal dari budaya asalnya, budaya Jawa. Nasi tumpeng datang sebagai bentuk rasa terima kasih pada Tuhan pemilik semua alam semesta. Ia terhitung merupakan representasi berasal dari hubungan pada Tuhan bersama manusia dan manusia bersama sesamanya. Masyarakat Jawa percaya, bahwa normalitas ‘selametan’ atau biasa disebut ‘tumpengan’ ini mengutarakan hubungan relasi sesama yang makhluk hidup, lingkungan, dan kemampuan yang ada di luar diri manusia tumpeng mini Jakarta .

Mulanya, nasi tumpeng dibikin bersama tujuan memuliakan gunung sebagai area bersemayam para arwah leluhur, sekaligus rasa syukur pada melimpahnya sumber kehidupan masyarakat. Kehidupan masyarakat Jawa benar-benar erat kaitannya bersama alam. Mereka benar-benar menghargai alam, gara-gara mengerti bahwa hidup mereka terkait berasal dari alam. Banyak sekali pelajaran hidup yang mereka dapatkan berasal dari alam sekitar. Dengan banyaknya gunung yang mengitari Indonesia, terlebih Pulau Jawa, maka umumnya penghasilan orang Jawa diperoleh berasal dari bercocok tanam. Sebab, model tanah vulkanik sebenarnya subur dan ideal untuk bercocok tanam. Mereka menanam padi, sayur-mayur, buah-buahan, hinggahewan ternak, seperti ayam, bebek, wedus atau kambing, sapi, dan kerbau. Jadi, sebenarnya nyaris semua keperluan hidup mereka didapatkan berasal dari tanah di kurang lebih gunung.

Dengan filosofi tersebut, maka tak heran jikalau nasi tumpeng miliki bentuk kerucut bersama lauk pauk mengalilingiya yang merepresentasikan gunung dan sekelilingnya. Selain itu, bentuk ini terhitung merepresentasikan rencana ketuhanan bersama sesuatu yang besar dan tinggi mengerucut. Tuhan-lah yang berada di puncak segalanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ingin Masuk Polri Takut Bayar Ratusan Juta, Ini Penjelasan Polwan Ternyata Gratis

HUKUM ISLAM UNTUK BAYI BARU LAHIR >> 4. AQIQAH

5 Alasan untuk Memesan Liburan Menit Terakhir Musim Panas Ini